A.
Perwujudan masyarakat bermoral dan taat
hukum
Terciptanya kondisi masyarakat yang bermoral
dan beretika sangat penting bagi terciptanya suasana kehidupan masyarakat yang
penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis. Disamping itu kesadaran akan
budaya memberikan arah bagi perwujudan identitas daerah yang sesuai dengan
nilai-nilai leluhur budaya daerah dan menciptakan iklim kondusif dan harmonis
sehingga nilai-nilai kearifan lokal akan mampu merespon modernisasi secara
positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan.
Pembangunan agama diarahkan untuk memantapkan
fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan etika dalam pembangunan,
membina akhlah mulia, memupuk etos kerja, menghargai prestasi, dan menjadi
kekuatan pendorong guna mencapai kemajuan dalam pembangunan. Disamping itu,
pembangunan agama diarahkan pula untuk meningkatkan kerukunan hidup umat
beragama dengan meningkatkan rasa saling percaya dan harmonisasi antar kelompok
masyarakat sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi,
tenggang rasa, dan harmonis.
Pembangunan dan pemantapan jati diri daerah
ditunjukan untuk mewujudkan karakter daerah dan sistem sosial yang berakhir unit
modern dan unggul. Jati diri tersebut merupakan kombinasi antar nilai luhur
daerah seperti religius, kebersamaan dan persatuan dan nilai modern yang
universal seperti etos kerja dan prinsip tata kepemerintahan yang baik.
Pembangunan jati diri daerah tersebut dilakukan melalui transformasi,
revitalisasi, dan reaktualisasi tata nilai budaya bangsa mempunyai potensi
unggul dan menerapkan nilai modern untuk pembangunan. Untuk memperkuat jati
diri dan kebanggaan daerah, Pembangunan olah raga diarahkan pada peningkatan
budaya dan presentasi olah raga.
Budaya inovasi yang berorientasi iptek terus
dikembangkan agar Kota Samarinda menguasai iptek serta mampu berjaya diera
persaingan global. Pengembangan budaya iptek tersebut dilakukan dengan
meningkatkan penghargaan masyarakat terhadap iptek melalui pengembangan budaya
membaca dan menulis, masyarakat pembelajar, masyarakat yang cerdas, kritis, dan
kreatif dalam rangka pengembangan tradisi iptek, bersama dengan pengarahan
budaya konsumtif budaya produktif. Bentuk- bentuk pengungkapan kreatifitas
antara lain melalui kesenian, tetap didorong untuk mewujudkan keseimbangan
aspek material, spritual dan emosional. Pengembangan iptek serta kesenian
diletakkan dalam kerangka peningkatan harkat, martabat dan peradapan manusia.
1. Masyarakat
Bermoral
Seringkali kita mendengar kata “moral‟
diucapkan banyak orang seperti ungkapan,
amoral, moralitas bangsa, dasar tidak bermoral,
anak tidak bermoral, moral bejat, tidak punya moral, dasar tidak punya
moral dan lain sebagainya. Kata moral seringkali diucapkan orang dan biasanya
kata-kata seperti itu akan sering muntah begitu saja jika dalam kondisi marah
dalam bentuk umpatan atau juga sering diucapkan dalam memberisuatu nasehat atau
dakwah, seperti seringkali di katakan oleh para ustad,para kyai maupun para
pemimpin.
Pengertian Moral (Bahasa Latin Moralitas)
adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan
yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral
artinyadia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Ciri
manusia bermoral atau manusia tidak bermoral dapat dilihatdari pengertian dan
beberapa istilah terkait pengertian moral.
Ciri orang bermoral dan tidak bermoral adalah
jika seseorang melakukan tindakan sesuai dengan nilai rasa dan budaya yang
berlaku ditengah masyarakat tersebut dan dapat diterima dalam lingkungan
kehidupan sesuai aturan yang berlaku maka orang tersebut dinilai memiliki
moral. Kata moral atau akhlak sering kali digunakan untuk menunjukkan pada
suatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan kesesuaiannya dengan
nilai-nilai kehidupan pada seseorang. Terlepas dari perbedaan kata yang
digunakan baik moral, etika, akhlak, budi pekerti mempunyai penekanan yang
sama, yaitu adanya kualitas-kualitas yang baik yang teraplikasi dalam perilaku
seseorang dalam kehidupan sehari-hari, baik sifat-sifat yang ada dalam dirinya
maupun dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat. Nilai baik sekaligus
ciri manusia bermoral sebagai makhluk individu dapat dilihat dengan adanya
perilaku seperti jujur, dapat dipercaya, adil, bertanggung jawab dan lain-lain,
maupun sebagai makhluk sosial dalam hubungannya dengan masyarakat, seperti
kejujuran, penghormatan sesama manusia, tanggung jawab, kerukunan,
kesetiakawanan, solidaritas sosial dan sebagainya.
2. Kesadaran
Hukum
Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial,
yaitu makluk yang selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan
sesamanya.Dalam konteks hubungan dengan sesama perlu adanya keteraturan
sehingga setiap individu dalam berhubungan secara harmonis dengan individu lain
di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang
disebut oleh kita hukum. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat
bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar
masyarakat.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang
berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga
yang menyatakan kegunaan, ada yang kepastian hukum dan lain-lain. Akan tetapi
dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat direduksi untuk
ketertiban (order). Mochtar Kusumaatmaja (2002,hlm.3) mengatakan “ketertiban
adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan terhadap
ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu
masyarakat yang teratur, ketertiban sebagai tujuan utama hukum yang merupakan
fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya”.
Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya
kepastiandalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.
Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi
masyarakat, seperti kaidah agama, kaidah susila, kesopanan, adat kebiasaan dan
kaidah moral.Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti
meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut,bahkan antara kaidah hukum dengan kaidah
lain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipun ada kalanya
kaidah hukum tidak sesuai atau tidak serasi dengan kaidah-kaidah tersebut.
Dahlan Thaib (2001,hlm.3) mengatakan bahwa
hukum itu merupakan hukum apabila dikehendaki, diterima oleh kita sebagai
anggotamasyarakat ; apabila kita juga betul-betul berpikir, demikian seperti
yang dirumuskan dalam undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadi
realitas hukum dalam kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan demikian
hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku pada
suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan
dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Kesadaran hukum pada hakikatnya berpangkal pada
adanya suatu pengetahuan tentang ketentuan hukum yang mengatur hidup dalam
hidup bersama. Dari pengakuan mengenai ketentuan hukum ini akan lahir suatu
pengakuan dan penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang dimaksud,
sehingga timbul penghayatan terhadap ketentuan hokum tersebut. Kalau kondisi
seperti ini telah terdapat pada suatu negara selaku pelaku pendukung negara,
maka terbinalah kesadaran hukum, yang berartipula ketertiban dan kepastian
hukum dalam kehidupan bersama tercipta.
B.
Problematika
Nilai, Moral, dan Hukum
Hukum sebagai norma harus didasarkan pada nilai
moral. Apa artinya Undang-Undang jika tidak disertai moralitas. Norma moral
adalah norma yang paling dasar. Norma moral menentukan bagaimana kita menilai
seseorang. Suatu hukum yang bertentangan dengan norma moral kehilangan
kekuatannya, demikian kata Thomas Aquinas. Secara ideal, seharusnya manusia
taat pada norma moral dan norma hukum yang tumbuh dan tercipta dalam hidup
sebagi upaya mewujudkan kehidupan yang damai, aman, dan sejahtera. Namun dalam
kenyataannya terjadi berbagai pelanggaran, baik terhadap norma moral maupun
norma hukum. Pelanggaran norma moral merupakan suatu pelanggaran etik,
sedangkan pelanggaran terhadap norma hukum merupakan suatu pelanggaran hukum.
Hukum adalah alat pembaruan dalam masyarakat.
Roscoe Pound mengutarakan hukum adalah sebagai alat pembaruan dalam masyarakat
dalam bukunya “An Introduction to the Philosophy of Low” (1954). Dan
dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja disesuaikan dengan situasi dan kondisi
negara Indonesia yaitu konsep ” Law as a tool of sacial engineering” yang
merupakan inti dari aliran Pragmatic Legal Realism. Konsep tersebut adalah
merupakan penyesuaian antara situasi kondisi Indonesia dengan filsafat budaya
Northrop dan Policyoriented dari Laswell dan Mc Dougal.
Hukum adalah “sarana” pembaruan dalam
masyarakat Indonesia luas jangkauannya dan ruang lingkupnya di Amerika Serikat
tempat kelahirannya. Sehingga hukum yang digunakan dalam pembaharuan berupa
undang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi antar keduanya. Agar
pelaksanaan perundang-undangan bertujuan pembaruan sebagaimana mestinya
hendaknya perundang-undangan dibentuk sesuai dengan inti aliran Sociological
Jurisprudence yaitu hukum sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat
(living law) atau (dapat dikatakan pencerminan narma-norma dalam masyarakat),
guna pembaruan serta menguban sikap mental masyarakat tradisional kea rah
modern. Sebagai contoh keharusan pembuatan sertifikat tanah dan lain
sebagainya.
1. Pelanggaran
Etik
Kebutuhan akan norma etik di oleh manusia
diwujudkan dengan membuat serangkaian norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi.
Kodeetik profesi berisi ketentuan-ketentuan normatif etik yang seharusnya
dilakukan oleh anggota profesi. Kode etik profesi dibutuhkan untuk menjaga
martabat serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi, masyarakat dari
segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian. Meskipun telah
memiliki kode etik, masih terjadi pelanggaran terhadap profesi. Contohnya:
Dokter melanggar kode etik kedokteran. Pelanggaran terhadap kode etik tidak
diberikan sanksi lahiriah ataupun yang bersifat memaksa. Pelanggaran etik
biasanya mendapat sanksi etik berupa rasa menyesal, bersalah, dan malu. Bila
seorang profesi melanggar kode etik profesinya ia akan mendapatkan sanksi etik
darilembaga profesi, seperti teguran, dicabut keanggotaannya, atau tidak diperbolehkan
lagi menjalani profesi tersebut.
2. Pelanggaran
Hukum
Problema hukum yang berlaku dewasa ini adalah
masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Akibatnya banyak terjadi
pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-hal kecil yang sesungguhnya tidak perlu
terjadi. Misalnya, secara sengaja tidak membawa SIM dengan sengaja dengan
alasan hanya untuk sementara waktu.
Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti
pelanggaran terhadap perundang-undangan negara. Sanksi atas pelanggaran hukum
adalah sanksi pidana dari negara yang bersifat lahiriah dan memaksa masyarakat
secara resmi (negara) berhak memberi sanksi bagi warga negara yang melanggar
hukum. Bila dicermati, ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya penegakan
hukum pertama kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah. Kesadaran/pengetahuan
hukum yang lemah dapat berefek pada pengambilan jalan pintas dalam
menyelesaikan persoalan masing-masing. masyarakat yang tidak mengerti akan
hukum, berpotensi besar dalam melakukan pelanggaran terhadap hukum.
Dalam hukum, dikenal dengan adanya fiksi hukum
artinya semua dianggap mengerti akan hukum. Seseorang tidak dapat melepaskan
diri dari kesalahan akan perbuatannya dengan alasan bahwa ia tidak mengerti
hukum atau suatu peraturan perundang-undangan. Jadi dalam hal ini sudah
sewajarnya bagi setiap individu untuk mengetahui hukum. Sedangkan bagi aparatur
hukum atau elemen lain yang concern pada supremasi hukum sudah seharusnya
memberikan kesadaran hukum bagi tiap individu.
Kedua adalah ketaatan terhadap hukum. Dalam
kehidupan sehari-hari tidak jarang budaya egoisme dari individu muncul. Ada
saja orang yang melanggar hukum dengan bangga malah menceritakan perbuatannya
kepada orang lain. Misalnya pelanggaran terhadap lalu lintas. Oleh pelakunya
menganggap itu hal yang biasa-biasa saja, bahkan dengan bersikap bangga diri ia
menceritakan kembali kepada orang lain perbuatan yang telah dilakukannya. Hal
semacam ini telah mereduksi nilai-nilai kebenaran, sehingga menjadi suatu
kebudayaan yang sebenarnya salah.
Ketiga adalah perilaku aparatur hukum. Perilaku
aparatur hokum baik dengan sengaja ataupun tidak juga telah mempengaruhi dalam
penegakan hukum. Misalnya aparat kepolisian yang dalam menangani suatu kasus
dugaan tindak pidana, tidak jarang dalam kenyataannya juga langsung memvonis
seseorang telah bersalah. Hal ini dapat dilihat denga perilaku aparat yang
dengan “ringan tangan” terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana.
Perilaku-perilaku semacam ini justru bukan mendidik seseorang untuk menghormati
akan hokum. Ia menghormati hukum hanya karena takut pada polisi.
Keempat adalah faktor penegak hukum. Seseorang
yang melakukan tindak pidana namun ia selalu bisa lolos dari jeratan
pemidanaan, akan berpotensi bagi orang yang lain untuk melakukan hal yang sama.
Korupsi yang banyak dilakukan namun banyak pelaku yang lepas dari jeratan hukum
berpotensi mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. Adanya mafia
peradilan telah mempengaruhi semakin bobroknya penegakan hukum di negeri kita.
Aparatur hukum yang sedianya diandalkan untuk menjunjung tinggi supremasi hukun
justru melakukan pelanggaran hukun. Sebagai akibatnya masyarakat pesimis
terhadap penegakan hukum. Seharusnya penegak hukum mampu menegakkan hukum
seadil-adilnya. Tidak ada lagi diskriminasi terhadap si miskin sehingga
terciptalah keadilan. Permasalahan hukum di Indonesia dapat di minimalisasi
melalui proses pendidikan yang diberikan kepada masyarakat, diharapkan wawasan
pemikiran mereka pun semakin meningkat sehingga mempunyai kemampuan untuk
memikirkan banyak alternatif dalam usaha memecahkan masalah hukum dan tidak
melakukan pelanggaran hukum.
Contoh pelanggaran hukum : Kecurangan saat pemilu, kasus Bank Century,dan lain-lain Baru-baru ini kita juga di kagetkan lagi dengan berita ; Sebanyak 341 narapidana perkara korupsi mendapat remisi, Sebelas koruptor langsung menghirup udara bebas, ironisnya lagi salah satu dari penerima Remisi tersebut adalah besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Aulia Pohan. Bukankah setiap orang sama kedudukannya di hadapan hukum (equality before the law). Seharusnya kita memandang Hukum adalah sebagai bagian dari cara kita hidup, bukan sebagai cara mempertahankan kekuasaan semata.
Tapi,lihatlah sebaliknya sungguh Miris
memang Kisah nenek Minah, yang hanya dengan mengambil beberapa buah kakao,
seorang nenek tua harus dihukum atas perbuatan yang sudah dia sesali. Kalau
kita membandingkan kisah si nenek dengan kisah para koruptor kelas kakap yang
kasus hukumnya diputus bebas. Banyak sekali Diskriminasi hukum menimpa kaum
miskin.
Seharusnya para penegak hukum mampu
menegakkan hukum seadil-adilnya,tidak ada lagi diskrimanan terhadap si miskin
sehingga terciptalah keadilan.
Permasalahan hukum di
dindonesia dapat diminimalisasi melalui proses pendidikan yang
diberikan kepada masyarakat,diharapkan wawasan pemikiran mereka pun semakin
meningkat sehingga mempunyai kemampuan untuk memikirkan banyak alternatif dalam
usaha memecahkan masalah hukum dan tidak melakukan pelanggaran hukum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Problematika Nilai,Moral,dan Hukum yang
terjadi di masyarakat yaitu pelanggaran terhadap norma agama,norma
kesusilaan,norma kesopanan,dan norma hukum.
1. Pelanggaran
terhadap norma agama tidak dikenakan sanksi secara langsung.
2. Pelanggaran
terhadap norma kesusilaan sanksinya lebih berkaitan dengan batin yang melanggarnya.
3. Pelanggaran
terhadap norma kesopanan sanksinya yaitu dikucilkan dari lingkungan atau
masyarakat.
4. Pelanggaran
terhadap norma hukum sanksinya berupa kurungan atau penjara.
Di Indonesia Hukum dalam
pengaplikasiannya belum berjalan dengan semestinya.Masih banyak
pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi dan belum ditindak sesuai dengan aturan
hukum yang sebenarnya.Hukum di Indonesia lebih memihak kepada mereka yang
memiliki keudukan.
c. Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia beserta
aparatur pengawas hukum menegakkan dan menjalankan hukum dengan sebaik-baiknya
dan bertindak adil.Hal itu dilakukan agar tidak timbul lagi berbagai
problematika dalam nilai,moral,dan hukum di indonesia.
Kita sebagai mahasiswa hendaknya
menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara sesuai dengan koridor yang
telah ditentukan agar tidak timbul problematika dalam hukum.
DAFTAR
PUSTAKA
Hartomo dan
Arnicun Aziz. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi AksaraHerimanto dan
Winarno.
2010. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
hanstoe.wordpress.com/2009/02/21/keadilanketertiban-dan-kesejahteraan-sebagai-wujud-masyarakat-yang-bermoral-dan-mentaati-hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar